Entri Populer

Senin, 21 Maret 2011

Anemia defisiensi besi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasinya bagi pembangunan Sumber Daya Manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis yang tercantum dalam undang-undang kesehatan No. 36 tahun 2009 (Undang-undang Kesehatan, 2009: 4).
Menurut WHO, 40 % kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi (Sarwono, 2009: 281).
Prevalensi anemia karena defisiensi besi menyerang lebih dari 2 milyar penduduk di dunia. Di negara berkembang, terdapat 370 juta wanita yang menderita anemia karena defisiensi zat besi, prevalensi  rata-rata lebih tinggi pada ibu hamil (51%) dibandingkan pada wanita yang tidak hamil (41%) (Gibney, dkk, 2009: 276).
Di Indonesia  Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih sangat tinggi, sesuai dengan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI 2003 sebesar 305 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2005 sebesar 240. Tahun 2007 sebanyak 248 per 1000 kelahiran hidup. Ini masih cukup tinggi dibandingkan dengan target yang akan dicapai tahun 2015 yaitu 126 per 1000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Sumbar 2008).
Anemia defisiensi besi adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam sel darah .merah kurang. Normalnya, kadar hemoglobin dalam darah sekitar 12 g/100ml, Jumlah kadar hemoglobin dalam setiap sel darah merah akan menentukan kemampuan darah mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh termasuk kepembuluh darah yang memberi asupan makanan dan oksigen pada janin. Oksigen diperlukan demi kelancaran seluruh fungsi organ tubuh ibu dan proses tumbuh kembang janin (Muliarini, 2010:112)
Untuk mengatasi masalah anemia kekurangan zat besi pada ibu hamil pemerintah Depkes RI sejak tahun 1970 telah melaksanakan suatu program pemberian tablet zat besi pada ibu hamil di Puskesmas dan Posyandu dengan mendistribusikan tablet tambah darah, dimana 1 tablet berisi 200 mg fero sulfat dan 0,25 mg asam folat (setara dengan 60 mg besi dan 0.25 mg asam folat). Setiap ibu hamil dianjurkan minum tablet tambah darah dengan dosis satu tablet setiap hari selama masa kehamilan.nya dan empat puluh hari setelah melahirkan. Tablet tambah darah disediakan oleh pemerintah dan diberikan kepada ibu hamil secara gratis melalui sarana pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2003).
Pelaksanaan kegiatan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) mengacu pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan Kep.MenKes Republik Indonesia No.1457/MenKes/SK/X/03 sebagai target yang digunakan untuk acuan dalam perencanaan pelaksanaan program berbasis kinerja. Target pencapaian program KIA tahun 2010 untuk Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe (90%).
Pemberian tablet Fe sejak awal kehamilan sangat penting karena tablet Fe  adalah cara untuk mencegah agar Ibu hamil tidak mengalami anemia, dalam masa trimester pertama kehamilannya. Program sosialisasi tablet merupakan program prioritas, karena dampaknya yang luas terhadap status gizi Ibu hamil dan janin. Untuk mencapai pemberian tablet Fe sebesar 90% serta kesepakatan konfrensi tingkat tinggi tentang kesejahteraan Ibu dan anak bahwa semua keluarga mengetahui arti penting wanita dalam tugas maternal dari awal pertama kehidupan (Depkes, 2003).
Di Sumatera Barat sosialisasi tablet Fe masih rendah, setidaknya 68%  dari seluruh kehamilan Ibu hamil masih rawan terkena anemia zat besi. Hal ini disebabkan masih rendahnya kesadaran Ibu hamil akan pentingnya tablet Fe selama masa kehamilan terutama pada trimester ketiga. Karena pada timester ketiga ini darah Ibu hamil mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30 % sampai 40 % yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Bila Hb Ibu sebelum hamil 11  gr % maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis dan Hb Ibu akan menjadi 9,5 % sampai 10 %. Masih relatif tingginya ibu hamil yang mengabaikan tablet Fe di Sumatera Barat setidaknya  59% dari mereka tidak mematuhi anjuran WHO untuk mengkonsumsi pemberian Ferro Sulfat 320 mg (setara dengan 60 mg zat besi) 2 kali sehari sehingga tingkat rawan anemia patologis di Sumatera Barat masih tinggi (Anonimus a, 2009).
Belum optimalnya capaian program tablet Fe disebabkan beberapa kendala terutama menyangkut distribusi sampai pada sasarannya dan juga rendahnya kesadaran Ibu hamil tentang tablet Fe (Anonimus b, 2009).
Masih rendahnya pengetahuan Ibu hamil tentang pentingnya konsumsi tablet Fe ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari praktisi kesehatan karena pengetahuan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan sikap seseorang patuh dan tidaknya terhadap instruksi kesehatan  yang diberikan. Apabila pengetahuan Ibu hamil tentang konsumsi tablet Fe rendah maka Ibu hamil tersebut cenderung untuk tidak mengindahkan instruksi kesehatan yang disampaikan kepada mereka untuk mengkonsumsi tablet Fe sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan (Anonimus a, 2000).
Faktor lainnya yang berhubungan dengan rendahnya cakupan tablet Fe pada Ibu hamil adalah adanya persepsi yang salah, baik dikalangan masyarakat, petugas kesehatan maupun pemerintah bahwa keterbatasan dana, mutu pelayanan, Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan penghambat dalam upaya penurunan kejadian anemia (Anonimus b, 2009).
Laporan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Padang Tahun 2009 di temukan pada Puskesmas Nanggalo tedapat angka kejadian anemia ketiga tertinggi di kota padang sebesar (14,63%) yaitu dari 827 Ibu hamil terdapat 121 ibu hamil yang mengalami anemia sedangkan Puskesmas Nanggalo merupakan Puskesmas yang memliki cakupan Fe1 dan Fe2 yang sudah mencapai target di Kota Padang tahun 2009 yaitu 114,03% dan 103,63%. Cakupan tablet Fe yang sudah melampaui target tersebut menggambarkan distribusinya kepada ibu hamil sudah cukup baik. Namun apakah tablet Fe yang sudah diterima oleh ibu hamil ini benar-benar dikonsumsi dan apakah mampu mencegah anemia serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya belum dapat dibuktikan (DKK Padang, 2009). 
Data yang didapatkan dari Puskesmas Nanggalo pada tahun 2010 sebesar  (16,07%) yaitu dari 846 Ibu hamil terdapat 136 ibu yang mengalami anemia. Disini terlihat terjadi peningkatan kejadian anemia sebesar (1,44%)     ( profil Puskesmas Nanggalo, 2010).
Meskipun berbagai upaya telah dilaksanakan  Pemerintah dengan pihak Puskesmas tapi dari data diatas masih banyak ditemukan kejadian anemia di Kota Padang.
Berdasarkan hasil wawancara pada survey awal tanggal 26 Februari tahun 2011 dengan 10 orang ibu hamil, 1 orang (10%)  yang mengalami anemia dan terdapat 4 orang (40%) menjawab tidak mengetahui kapan tablet Fe mulai dikonsumsi oleh ibu hamil, apa manfaat tablet Fe yang dikonsumsi ibu, termasuk tidak mengetahui efek samping dari konsumsi tablet Fe dan dari 10 orang ibu hamil tersebut 60% yang menanggapi terhadap pernyataan positif dan 40% yang menanggapi setuju pada pernyataan negatif sedangkan yang mengkonsumsi tablet Fe sebesar 50%. Temuan ini menunjukkan masih rendahnya pengetahuan ibu hamil dan sikap ibu tentang konsumsi tablet Fe. 
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil dalam Mengkonsumsi Tablet Fe dengan Kejadian Anemia Defisiensi Besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang tahun 2011”.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu Apakah Ada Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil dalam Mengkonsumsi Tablet Fe dengan Kejadian Anemia Defisiensi Besi di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang tahun 2011.

1.3    Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dalam konsumsi tablet Fe dengan anemia defisiensi besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang tahun 2011
1.3.2        Tujuan Khusus
1.         Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian anemia defisiensi besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011
2.         Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan ibu hamil dalam Mengkonsumsi tablet Fe di Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011
3.         Diketahuinya distribusi frekuensi sikap ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011
4.         Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu hamil dalam Mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia defisiensi besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011
5.         Diketahuinya hubungan sikap Ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia defisiensi besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang tahun 2011

1.4         Manfaat Penelitian
1.4.1        Bagi Peneliti
Sebagai masukan dan pengalaman tentang cara atau prosedur  pelaksanaan peneliti secara terlaksana dan sistematis.
1.4.2        Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan mahasiswa khususnya Program Studi DIII Kebidanan Poltekes Siteba Padang.
1.4.3        Bagi Responden
memberi masukan tentang manfaat pemberian Tablet Fe dan menambah pengetahuan ibu hamil melalui leaflet
1.4.4        Bagi Puskesmas
Memberi masukan perencanaan program KIA untuk meningkatkan pemberian Tablet Fe kepada ibu hamil dan sebagai masukan guna meningkatan pelayanan kesehatan ibu hamil dalam rangka perbaikan program KIA dalam penanganan anemia ibu hamil.
1.4.5        Peneliti lain
Sebagai bahan masukan bagi peneliti berikutnya untuk menambah pengetahuan dan data dasar dalam penelitian.

1.5         Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui  hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia defisiensi besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011. Untuk penelitian ini populasinya adalah semua ibu hamil trimester II dan trimester III  yang berkunjung di Puskesmas Nanggalo Kota Padang. Sampel penelitian  diambil secara accidental sampling. Jenis penelitian bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Data diperoleh dari kuisioner melalui wawancara  kepada responden dan dianalisa dengan univariat dan bivariat.


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Pengertian dan Klasifikasi Derajat Anemia
2.1.1        Pengertian
Menurut definisi, anemia adalah berkurangnya hingga di bawah normal jumlah sel darah merah (SDM), kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah (Adreson, Wilson, 2006: 256).
Anemia adalah penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen, hal tersebut dapat terjadi akibat penurunan produksi sel darah merah (SDM), dan akibat penurunan hemoglobin (Hb) dalam darah dan anemia sering didefinisikan sebagai penurunan kadar hb dalam darah sampai di bawah rentang normal 13,5 g/dl (pria), 11,5 g/dl (wanita), dan 11,0 (anak-anak) ( Myles, 2009: 328).
Hemoglobin adalah unsur utama penyusun sel darah merah yang membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbon dioksida dari seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh (Almatsier, 2001: 253).
Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut (Manuaba, 2007: 38) .
1.         Normal                        : Hb 11 gr%
2.         Anemia ringan             : Hb 9-10 gr%
3.         Anemia sedang           : Hb 7-9 gr%
4.         Anemia berat               : Hb < 7 gr%

2.2     Anemia Dalam Kehamilan
Anemia dakam kehamilan merupakan salah satu penyebab potensial morbiditas dan mortalitas ibu dan anak (Purwitasari, Maryanti, 2009: 80).
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehibgga terjadi penurunann konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi (Sarwono, 2008: 775)
Darah bertambah banyak dalam kehamilan, yang lazim disebut hiperemia atau hipervolumia karena itu terjadi pengenceran darah karena  sel darah tidak sebanding pertambahannnya dengan plasma darah. Secara fisiologis pengenceran darah ini membantu meringankan kerja jantung. Perbandingan pertambahan tersebut adalah Plasma darah bertambah 30%, Sel-sel darah  bertambah 18% dan Hemoglobin bertambah 19%. Frekuensi anemia dalam kehamilan adalah 10-20% (Nugraheny, 2009: 30).

2.3    Pengertian Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah dimana keadaan kadar hemoglobin hemotokrit dan sel darah merah lebih rendah dari normal sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut (Arisman, 2004: 146).
Anemia defisiensi besi merupakan tahapan yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun (Sarwono, 2008: 777)
Secara morfologis, keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokromik dengan penurunan kuantitatif sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia dan terutama sering di jumpai pada perempuan usia subur, di sebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan (Adreson, Wilson, 2006: 260).
Zat besi merupakan salah satu penentu kualitas SDM. Kekurangan zat besi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas kerja dan menurunkan daya tahan tubuh, yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Kecukupan zat besi sangat diperlukan oleh setiap individu, sejak janin yang masih dalam kandungan, bayi, anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan zat besi yang cukup sehingga harus di jaga status zat besi dan kesehatannya, agar dapat melahirkan bayi yang sehat (Depkes, 2001).
Asupan zat besi harian di perlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui tinja, air kencing, dan kulit. Kehilangan basis ini diduga sebanyak 14 µg/kgBB/hari (Arisman, 2004: 146).
Untuk menegakkan diagnosis anemia pada kehamilan, dapat dilakukan anamnesis. Pada anamnesis, akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah yang lebih hebat pada kehamilan muda. Pemeriksaan dan pengawasan hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli (Manuaba, 2007: 38).

2.4    Tanda dan Gejala Anemia Defisiensi Besi
Tanda dan gejala anemia defisiensi besi biasanya tidak khas dan sering tidak jelas, seperi: pucat, mudah lelah, berdebar, takikardia dan sesak nafas. Kepuctan bisa diperiksa pada telapak tangan, kuku dan konjungtiva palpebra. Jika keadaan  berlangsung lama dan berat akan terjadi stomatitis angualaris, glositis dan koinolikia (keadaan kuku yang cekung seperti sendok). Tanda yang khas meliputi anemia ,angular stomatitis, glositis, disfagia(tidak bisa menelan),hipoklorida, koinolikia, dan pagofagia. Tanda yang kurang khas berupa kelelahan, anoreksia, kepekaan terhadap infeksi meningkat, kelainan perilaku tertentu, kinerja intelektual serta kemampuan kerja nmenyusut    (Arisman, 2009: 175).

2.5     Penyebab Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi disebabkan oleh kekurangan zat besi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena  gangguan absorbsi. Beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan anemia zat besi, yaitu (1) Kurang gizi, (2) Kurang zat besi dalam diit, (3) Malabsorbsi, (4) Kehilangan darah yang banyak pada persalinan yang lalu dan haid, (5) Penyakit kronik : TBC, paru, cacing usus, malaria dll (Nugraheny, 2009: 30).
Penyebab lain dari defisiensi besi adalah konsumsi fe dari makanan yang kurang atau terjadi perdarahan menahun akibat parasit, seperti ankilostomiasis (Manuaba, 2007: 38).
Disamping penyebab medis faktor sosial ekonomi juga memainkan peranan yang penting. Karena tingkat kemiskinan dinegara berkembang menerangkan sebagian besar menjadi penyebab terjadinya anemia berat. Masalah yang sering ditimbulkan seperti gizi buruk, kekurangan air, tabu terhadap makanan, produksi dan cadangan makanan yang tidak cukup dan tidak adanya jaminan sosial yang efektif secara bersamaan dapat menurunkan kesehataan dan menyebabkan terjadinya anemia (Manuaba, 2007: 38)

2.6    Dampak Anemia Defisiensi Besi
kekurangan zat besi sejak tiga puluh tahun terakhir diakui berpengaruh terhadap produktivitas kerja, penampilan kofgnitif, dan sistem kekebalan. Menurunnya produktivitas kerja pada kekurangan besi disebabkan oleh dua hal, yaitu (a) berkurangnya enzim-enzim mengandung besi dan besi sebagai kofaktor enzim-enzim yang terlibat, dalam metaboloisme energi; (b) menurunya hemoglobin darah. Akibatnya, metabolisme energi di dalam otot terganggu dan terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa lelah (Almatsier, 2001: 253).
2.6.1        Pengaruh anemia terhadap kehamilan
1.          Pengaruh pada ibu hamil, baik dalam masa kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan : abortus, partus prematurus, pertus lama, perdarahan post partum, infeksi, anemia, dll.
2.          Pengaruh terhadap janin : kematian janin, kematian perinatal, prematur, cacat bawaan, cadangan Fe bayi kurang (Purwitasari, Maryanti, 2009: 81-82)
2.7    Upaya Penanggulangan Anemia Defisiensi  Besi
Prinsip dasar dalam pencegahan anemia karena defisiensi zat besi adalah memastikan konsumsi zat besi secara teratur untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan unyuk meningkatkan kandungan serta biovailabilitas (ketersediaan hayati) zat besi dalam makanan(Gibney, dkk, 2009: 283)
Sejauh ini ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia defisiensi zat besi. Keempat pendekatan tersebut adalah (1) pemberian tablet/suntikan zat besi, (2) pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan penigkatan asupan zat besi melalui makanan, (3) pengawasan penyakit infeksi, dan (4) fortifikasi makanan pokok dengan zat besi (Arisman, 2009: 180).
Menurut (Manuaba, 2007) kebutuhan Fe selama hamil dapat diperhitungkan sebagi berikut :
1.        Peningkatan jumlah darah ibu                         500 mgr
2.        Pembentukan plasenta                                     300 mgr
3.        Pertumbuhan darah janin                                100 mgr
Jumlah                                                             900 mgr +
Saat persalinan yang disertai perdarahan sekitar 300 cc dan lahirnya plasenta, ibu akan kehilangan Fe sebesar 200 mg dan kekurangan ini harus mendapatkan kompensasi dari makanan untuk kelangsungan laktasi.
Tingginya anemia pada bumil dapat dapat mencerminkan ketidakmampuan sosial ekonomi keluarga atau seluruh komponen bangsa karena nilai gizi tidak memenuhi syarat kesehatan. Anemia yang paling banyak dijumpai adalah “anemia defisiensi Fe “ sehingga pengobatannya relatif mudah dan murah (Manuaba, 2007: 38).
Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara, pertama, pemastian konsumsi makanan yang cukup mengandung kalori sebesar yang semestinya dikonsumsi. Sebagai gambaran, setiap 1000 kkal makanan dari beras saja mengandung 6 mg Fe (seorang ibu hamil setidaknya memerlukan 2000 kkal, dan itu berarti 12 mg Fe).
Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses secara terpusat merupakan inti pengawasan anemia diberbagai negara. Fortifikasi makanan merupakan salah salah satu cara terampuh dalam pencegahan defisiensi zat besi proses ini boleh ditargetkan untuk merangkul beberapa atau seluruh kelompok masyarakat. Makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum, roti, makanan yang terbuat dari jagung (bubur jagung) dan produk susu (Arisman, 2009: 181-182).
Sumber makanan yang mengandung zat besi tinggi dapat diperoleh dari protein hewani, terutama hati oleh karena itu, ibu hamil juga dianjurkan untuk banyak mengkonsumsi hati. Meskipun daging, kacang-kacang dan sayuran berwarna hijau tua juga mengandung zat besi, tetapi jumlah kandungan zat besinya relative sedikit (Muliarni, 2010: 32).

2.8    Tablet Fe
2.8.1        Pengertian
Tablet Fe adalah  tablet zat besi atau tablet penambah darah. Tablet zat besi juga merupakan komponen penting dari sel darah merah (70% dari total besi dalam tubuh) mioglobin (4%) serta enzim-enzim seperti sitokrom, katalase, dan piroksidase (kurang dari 1%). Sekitar 25% total besi tubuh tersimpan terutama dalam hati (Arisman, 2003: 174).
2.8.2        Manfaat Tablet Fe
Tablet Fe selama kehamilan sangat penting karena  dapat membantu proses pembentukan sel darah merah yang membawa oksigen kedalam darah,  Sehingga tidak menyebabkan anemia. Setiap ibu hamil memerlukan 700-800 mg zat besi (Muliarini, 2010: 31).
Tablet zat besi dalam bentuk ferro lebih mudah diserap ketimbang bentuk ferri. Sediaan yang banyak tersedia, mudah didapat dan murah, serta khasiatnya yang paling efektif adalah ferro sulfat, ferroglukonate, dan ferrofumarat. Namun, sayangnya ketersediaan dan keteraksesan tablet ini bagi mereka yang membutuhkan belum optimal (Arisman, 2004: 150).
2.8.3        Dosis Tablet Fe
Tablet besi atau Tablet Tambah Darah (TTD) diberikan pada ibu hamil sebanyak satu tablet setiap hari berturut-turut selama 90 hari selama masa kehamilan. TTD mengandung 200 mg ferro sulfat setara dengan 60 miligram besi elemental dan 0,25 mg asam folat (Arisman, 2009: 150).
2.8.4        Efek Samping
Pemberian tablet Fe ini mempunyai efek samping berupa pengaruh yang tidak menyenangkan seperti rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah, dan diare (terkadang juga konstipasi). Penyulit ini tidak jarang menyusutkan ketaatan pasien selama pengobatan berlangsung. Jika situasi ini berkembang, dosis sebaiknya diturunkan sampai pengaruh itu lenyap. Sementara itu, pasien diberi pengertian, bahwa “pengaruh yang tidak menyenangkan” itu tidak ada artinya jika dibandingkan dengan besarnya manfaat besi (Arisman, 2004: 151).
2.8.5        Waktu dan Cara Mengkonsumsi Tablet Fe
Penyerapan besi dapat maksimal apabila saat minum tablet Fe  dengan memakai air minum yang sudah dimasak. Selain itu tablet Fe diminum pada malam hari setelah makan sebelum tidur untuk mengurangi efek mual. Tablet Fe baik dikonsumsi jika bersamaan dengan vitamin C untuk membantu penyerapan dari zat besi ini. Tablet Fe sebaiknya tidak dikonsumsi dengan teh atau kopi karena dapat menghambat penyerapan  (Purwitasari, Maryanti, 2009: 82-83).

2.9    Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Anemia Zat besi
2.9.1        Pengetahuan
1.    Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan ini terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap  obyek. Sebagian besar pengetahuan  manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Wawan, dkk, 2010: 11)
2.    Tingkatan Pengetahuan
1)   Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkatb ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebaginya
2)   Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang dikatahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah pah am terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebarkan, mencontohkan, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari.
3)   Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenrnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4)   Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ad kaitannya satu sama lain.

5)   Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi – formulasi yang ada.
6)   Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi dalam hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek. Penilaian ini didsarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan criteria-kriteria yang sudah ada.
Dalam penelitian ini, penulis hanya meneliti tingkat pengetahuan sampai pada tingkat aplikasi. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara yang menyatakan tentang isi yang ingin diukur dari objek penelitian.
2.9.2        Sikap (Attitude)
1.    Pengertian Sikap
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang obyek. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal, suatu obyek, tidak ada sikap yang tanpa obyek (Wawan, dkk, 2010: 27)  
2.    Tingkatan dalam sikap
1)      Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan meperhatikann stimulus yang diberikan (objek).
2)      Merespon (Responsible)
Merespon adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar /salah adalah berarti bahwa seseorang menerima ide tersebut.
3)      Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan ataumendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat 3. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu lain (tetangga, saudara, dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif.

4)      Bertanggun jawab (Responsibility)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko, adalah merupakan tingkatan sikap yang paling tinggi.
3.    Cara Pengukuran sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang. pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favorable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap yang bersifat tidk mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak favorable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favourable dan tidak favotable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali obyek sikap ( Wawan, dkk, 2010: 37).

Tabel 2.1
SKALA LIKERT
PERNYATAAN POSITIF
NILAI
PERNYATAAN NEGATIVE
NILAI
Sangat Setuju ( SS )
5
Sangat Setuju ( SS )
1
Setuju ( S )
4
Setuju ( S )
2
Ragu-Ragu ( RR )
3
Ragu-Ragu ( RR )
3
Tidak Setuju ( TS )
2
Tidak Setuju ( TS )
4
Sangat Tidak Setuju ( STS )
1
Sangat Tidak Setuju ( STS )
5

2.10     Kerangka konsep
        Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalahnya (Hidayat, 2007: 18).
Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (Nursalam, 2003)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet fe dan variabel dependen adalah kejadian  anemia defisiensi besi.
Skema 2.1
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil dalam mengkonsumsi Tablet Fe dengan Kejadian Anemia Defisiensi Besi.

Variabel Independen                                          Variabel Dependen
Pengetahuan ibu hamil
Sikap dalam mengkonsumsi tablet Fe
Kejadian Anemia Defisiensi Besi
 




































2.11     Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasioanl
No
Variabel
Definisi Operasional
Alat ukur
Cara ukur
Hasil ukur
Skala ukur
1





Kejadian Anemia Defisiensi  Besi

Penyakit anemia zat besi yang diderita oleh ibu hamil dengan konsentrasi Hb dibawah normal
RM




Membaca dan melihat RM


1. Anemia: 
jika Hb < 11gr%
2.Tidak Anemia:
Jika Hb ≥ 11 gr%
Nominal


2






3
pengetahuan







Sikap
Segala sesuatu yang diketahui ibu hamil tentang  tablet Fe



Respon yang masih tertutup dari ibu hamil terhadap cara mengkonsumsi tablet Fe
Kuisioner






Kuisioner
wawancara






wawancara

1. Baik :
bila skor ≥ nilai tengah
2. Kurang:
bila skor < nilai tengah

Positif:
bila skor  ≥ mean skor T
Negatif :
 bila skor < mean skor T
Ordinal



Ordinal


2.12     Hipotesis
Ha  :    Ada hubungan pengetahuan  ibu hamil dalam mengkonsumsi  tablet Fe dengan kejadian anemia defisiensi  besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011.
Ha  :    Ada hubungan sikap ibu hamil dalam mengkonsumsi  tablet Fe dengan  kejadian anemia defisiensi zat besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011.



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1    Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional study, dimana variabel dependen dan independent diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia defisiensi besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011.

3.2    Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April s/d Juli tahun
 2011 di Puskesmas Nanggalo Padang.

3.3    Populasi dan Sampel
3.3.1        Populasi
            Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2005: 79).
Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah ibu hamil trimester II dan trimester III yang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Nanggalo Kota Padang  Tahun 2011.

3.3.2        Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi, adapun teknik pengambilan sampel adalah accidental sampling, dimana sampel diambil berdasarkan responden yang memeriksakan kehamilan trimester II dan trimester III ke Puskesmas Nanggalo serta berada dilokasi penelitian pada saat peneliti melakukan penelitian.
1.    Kriteria sampel
Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi, maupun kriteria eksklusi (Notoatmodjo, 2010: 130)
1)        Kriteria inklusi
1.      Ibu hamil trimester II dan trimester III.
2.      Ibu hamil yang bersedia menjadi responden.
3.      Responden berada ditempat  pada saat penelitian.
2)        Krteria eksklusi
1.      Ibu hamil trimester I.
2.      Menolak menjadi responden.
3.      Terdapat keadaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan penelitian.
4.      Terdapat keadaan atau penyakit yang mengganggu pengukuran maupun interpretasi hasil penelitian



3.4    Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data
3.4.1        Data primer
Data primer yaitu data ini diperoleh langsung oleh peneliti. Hal ini diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan alat ukur kuisioner.
3.4.2        Data sekunder
Data yang diporoleh dari instansi yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
1.         Data Dinas Kesehatan Kota Padang
2.         Studi Kepustakaan
3.         Data Puskesmas Nanggalo

3.5    Teknik Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan, selanjutnya dilakukan pengolahan data yang terdiri dari :
3.5.1        Pemeriksaan data (Editing)
Setelah kuisioner diisi dan dikembalikan oleh responden, kemudian diperiksa untuk memastikan data yang diperoleh adalah dat yabg benar, bersih dan terisi lengkap.
3.5.2        Pengolahan data (Coding)
Memberi kode pada setiap informasi yang telah dikumpul pada setiap pernyataan dalam kuisioner yang memudahkan mengolah data
3.5.3        Memasukan data (Entry)
Entry (data) yaitu memasukan data yang diberi kode kedalam tabel dan diolah kedalam komputer
3.5.4        Pembersihan data (Cleaning)
Setelah data dimasukan, data diperiksa kembali sehingga benar-benar bersih dari kesalahan.
3.6    Instrumen penelitian
Insrtumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2010: 87).
 Instrument dalam penelitaian ini berupa kuisioner yang dibuat peneliti berdasarkan tinjauan pustaka. Kuisioner terdiri dari tiga bagian :
1.      Bagian pertama intrumen penelitian berisikan karakteristik responden yang berisi data demografi yaitu : Nomor Responden, umur, alamat dan anak ke
2.      Bagian kedua instrument berisikan  10 pertanyaan untuk menilai pengetahuan.
3.      Bagian ketiga berisiskan 10 pertanyaan, untu menilai sikap.

3.7    Penyajian Data
Data penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang.

3.8    Analisis Data
3.8.1        Analisis Univariat
Yaitu analisis data dilakukan terhadap tiap variable dari hasil penelitian. Hasil ditampilkan dalam bentuk table distribusi frekuensi. Analisis data yang digunakan untuk melihat karakteristik dari masing – masing variable, yang dianalisis :
1.    Pengetahuan
Mengetahui tingkat pengetahuan responden terlebih dahulu diberi skor pada setiap pertanyaan. Jawaban yang dianggap benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0, kemudian skor yang diperoleh responden terhadap pertanyaan pada kuesinoner dijumlahkan. Kemudian di hitung dengan mengunakan rumus (Hidayat, 2007: 109).
2.         Sikap
Mengetahui sikap digunakan skala likert, hasil kuesioner diolah pada pertanyaan dengan kategori positif maka untuk jawaban sangat setuju (SS) diberi bobot 5, setuju (S) diberi bobot 4, ragu-ragu (RR) diberi bobot 3, tidak setuju (TS) diberi bobot 2, dan sangat tidak setuju (STS) diberi bobot 1, dan untuk pertanyaan kategori negative untuk jawaban sangat setuju (SS) diberi bobot 1, setuju (S) diberi bobot 2, ragu-ragu (RR) diberi bobot 3, tidak setuju (TS) diberi bobot 4, dan sangat tidak setuju (STS) diberi bobot 5. Kemudian di hitung dengan mengunakan rumus (Usman, Akbar, 2005: 69)
Demikian juga sikap responden dianalisis dengan menghitung skor yang diperoleh oleh responden terhadap pertanyaan mengenai sikap pada kuesioner, selanjutnya untuk menentukan kategori sikap responden berdasarkan pada hasil T dengan cara membandingkan skor T responden dengan rata-rata skor kelompok.
3.8.2        Analisa Bivariat
Dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dan dependen dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solutions (SPSS). Pembuktian dengan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan (CI) 95%.
Uji statistik yang digunakan adalah Chi-square dengan tingkat signifikan  0,05. Jika nilai P < 0,05 maka secara statistik disebut bermakna dan jika nilai P > 0,05 maka hasil perhitungan tersebut bermakna, aturan yang berlaku pada Chi-Square  sebagai berikut :
1.    Bila pada tabel 2x2 dijumpai nilai E (harapan) < 5, maka uji yang digunakan adalah fisher exact.
2.    Bila tabel 2x2 dijumpai tidak ada nilai E (harapan) < 5, maka uji yang digunakan adalah continuity vorrection .
3.    Bila pada tabel 2x2, misalnya 3x2,3x3 dan lain-lain maka digunakan uji pearson Chi Square
4.    Uji likehood ration & linear by association,  biasanya digunakan untuk keperluan yang lebih spesifik misalnya untuk analisis stratifikasi pada bidang  epidemiologi dan juga dan juga mengetahui hubungan linear antara 2 variabel kategorik. Sehingga kedua jenis ini jarang digunakan (Hastono, 2001: 125)
BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasinya bagi pembangunan Sumber Daya Manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis yang tercantum dalam undang-undang kesehatan No. 36 tahun 2009 (Undang-undang Kesehatan, 2009: 4).
Menurut WHO, 40 % kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi (Sarwono, 2009: 281).
Prevalensi anemia karena defisiensi besi menyerang lebih dari 2 milyar penduduk di dunia. Di negara berkembang, terdapat 370 juta wanita yang menderita anemia karena defisiensi zat besi, prevalensi  rata-rata lebih tinggi pada ibu hamil (51%) dibandingkan pada wanita yang tidak hamil (41%) (Gibney, dkk, 2009: 276).
Di Indonesia  Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih sangat tinggi, sesuai dengan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI 2003 sebesar 305 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2005 sebesar 240. Tahun 2007 sebanyak 248 per 1000 kelahiran hidup. Ini masih cukup tinggi dibandingkan dengan target yang akan dicapai tahun 2015 yaitu 126 per 1000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Sumbar 2008).
Anemia defisiensi besi adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam sel darah .merah kurang. Normalnya, kadar hemoglobin dalam darah sekitar 12 g/100ml, Jumlah kadar hemoglobin dalam setiap sel darah merah akan menentukan kemampuan darah mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh termasuk kepembuluh darah yang memberi asupan makanan dan oksigen pada janin. Oksigen diperlukan demi kelancaran seluruh fungsi organ tubuh ibu dan proses tumbuh kembang janin (Muliarini, 2010:112)
Untuk mengatasi masalah anemia kekurangan zat besi pada ibu hamil pemerintah Depkes RI sejak tahun 1970 telah melaksanakan suatu program pemberian tablet zat besi pada ibu hamil di Puskesmas dan Posyandu dengan mendistribusikan tablet tambah darah, dimana 1 tablet berisi 200 mg fero sulfat dan 0,25 mg asam folat (setara dengan 60 mg besi dan 0.25 mg asam folat). Setiap ibu hamil dianjurkan minum tablet tambah darah dengan dosis satu tablet setiap hari selama masa kehamilan.nya dan empat puluh hari setelah melahirkan. Tablet tambah darah disediakan oleh pemerintah dan diberikan kepada ibu hamil secara gratis melalui sarana pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2003).
Pelaksanaan kegiatan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) mengacu pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan Kep.MenKes Republik Indonesia No.1457/MenKes/SK/X/03 sebagai target yang digunakan untuk acuan dalam perencanaan pelaksanaan program berbasis kinerja. Target pencapaian program KIA tahun 2010 untuk Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe (90%).
Pemberian tablet Fe sejak awal kehamilan sangat penting karena tablet Fe  adalah cara untuk mencegah agar Ibu hamil tidak mengalami anemia, dalam masa trimester pertama kehamilannya. Program sosialisasi tablet merupakan program prioritas, karena dampaknya yang luas terhadap status gizi Ibu hamil dan janin. Untuk mencapai pemberian tablet Fe sebesar 90% serta kesepakatan konfrensi tingkat tinggi tentang kesejahteraan Ibu dan anak bahwa semua keluarga mengetahui arti penting wanita dalam tugas maternal dari awal pertama kehidupan (Depkes, 2003).
Di Sumatera Barat sosialisasi tablet Fe masih rendah, setidaknya 68%  dari seluruh kehamilan Ibu hamil masih rawan terkena anemia zat besi. Hal ini disebabkan masih rendahnya kesadaran Ibu hamil akan pentingnya tablet Fe selama masa kehamilan terutama pada trimester ketiga. Karena pada timester ketiga ini darah Ibu hamil mengalami hemodilusi (pengenceran) dengan peningkatan volume 30 % sampai 40 % yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu. Bila Hb Ibu sebelum hamil 11  gr % maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis dan Hb Ibu akan menjadi 9,5 % sampai 10 %. Masih relatif tingginya ibu hamil yang mengabaikan tablet Fe di Sumatera Barat setidaknya  59% dari mereka tidak mematuhi anjuran WHO untuk mengkonsumsi pemberian Ferro Sulfat 320 mg (setara dengan 60 mg zat besi) 2 kali sehari sehingga tingkat rawan anemia patologis di Sumatera Barat masih tinggi (Anonimus a, 2009).
Belum optimalnya capaian program tablet Fe disebabkan beberapa kendala terutama menyangkut distribusi sampai pada sasarannya dan juga rendahnya kesadaran Ibu hamil tentang tablet Fe (Anonimus b, 2009).
Masih rendahnya pengetahuan Ibu hamil tentang pentingnya konsumsi tablet Fe ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari praktisi kesehatan karena pengetahuan merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan sikap seseorang patuh dan tidaknya terhadap instruksi kesehatan  yang diberikan. Apabila pengetahuan Ibu hamil tentang konsumsi tablet Fe rendah maka Ibu hamil tersebut cenderung untuk tidak mengindahkan instruksi kesehatan yang disampaikan kepada mereka untuk mengkonsumsi tablet Fe sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan (Anonimus a, 2000).
Faktor lainnya yang berhubungan dengan rendahnya cakupan tablet Fe pada Ibu hamil adalah adanya persepsi yang salah, baik dikalangan masyarakat, petugas kesehatan maupun pemerintah bahwa keterbatasan dana, mutu pelayanan, Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan penghambat dalam upaya penurunan kejadian anemia (Anonimus b, 2009).
Laporan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Padang Tahun 2009 di temukan pada Puskesmas Nanggalo tedapat angka kejadian anemia ketiga tertinggi di kota padang sebesar (14,63%) yaitu dari 827 Ibu hamil terdapat 121 ibu hamil yang mengalami anemia sedangkan Puskesmas Nanggalo merupakan Puskesmas yang memliki cakupan Fe1 dan Fe2 yang sudah mencapai target di Kota Padang tahun 2009 yaitu 114,03% dan 103,63%. Cakupan tablet Fe yang sudah melampaui target tersebut menggambarkan distribusinya kepada ibu hamil sudah cukup baik. Namun apakah tablet Fe yang sudah diterima oleh ibu hamil ini benar-benar dikonsumsi dan apakah mampu mencegah anemia serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya belum dapat dibuktikan (DKK Padang, 2009). 
Data yang didapatkan dari Puskesmas Nanggalo pada tahun 2010 sebesar  (16,07%) yaitu dari 846 Ibu hamil terdapat 136 ibu yang mengalami anemia. Disini terlihat terjadi peningkatan kejadian anemia sebesar (1,44%)     ( profil Puskesmas Nanggalo, 2010).
Meskipun berbagai upaya telah dilaksanakan  Pemerintah dengan pihak Puskesmas tapi dari data diatas masih banyak ditemukan kejadian anemia di Kota Padang.
Berdasarkan hasil wawancara pada survey awal tanggal 26 Februari tahun 2011 dengan 10 orang ibu hamil, 1 orang (10%)  yang mengalami anemia dan terdapat 4 orang (40%) menjawab tidak mengetahui kapan tablet Fe mulai dikonsumsi oleh ibu hamil, apa manfaat tablet Fe yang dikonsumsi ibu, termasuk tidak mengetahui efek samping dari konsumsi tablet Fe dan dari 10 orang ibu hamil tersebut 60% yang menanggapi terhadap pernyataan positif dan 40% yang menanggapi setuju pada pernyataan negatif sedangkan yang mengkonsumsi tablet Fe sebesar 50%. Temuan ini menunjukkan masih rendahnya pengetahuan ibu hamil dan sikap ibu tentang konsumsi tablet Fe. 
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil dalam Mengkonsumsi Tablet Fe dengan Kejadian Anemia Defisiensi Besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang tahun 2011”.

1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu Apakah Ada Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil dalam Mengkonsumsi Tablet Fe dengan Kejadian Anemia Defisiensi Besi di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang tahun 2011.

1.3    Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dalam konsumsi tablet Fe dengan anemia defisiensi besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang tahun 2011
1.3.2        Tujuan Khusus
1.         Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian anemia defisiensi besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011
2.         Diketahuinya distribusi frekuensi pengetahuan ibu hamil dalam Mengkonsumsi tablet Fe di Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011
3.         Diketahuinya distribusi frekuensi sikap ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011
4.         Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu hamil dalam Mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia defisiensi besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011
5.         Diketahuinya hubungan sikap Ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia defisiensi besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang tahun 2011

1.4         Manfaat Penelitian
1.4.1        Bagi Peneliti
Sebagai masukan dan pengalaman tentang cara atau prosedur  pelaksanaan peneliti secara terlaksana dan sistematis.
1.4.2        Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan mahasiswa khususnya Program Studi DIII Kebidanan Poltekes Siteba Padang.
1.4.3        Bagi Responden
memberi masukan tentang manfaat pemberian Tablet Fe dan menambah pengetahuan ibu hamil melalui leaflet
1.4.4        Bagi Puskesmas
Memberi masukan perencanaan program KIA untuk meningkatkan pemberian Tablet Fe kepada ibu hamil dan sebagai masukan guna meningkatan pelayanan kesehatan ibu hamil dalam rangka perbaikan program KIA dalam penanganan anemia ibu hamil.
1.4.5        Peneliti lain
Sebagai bahan masukan bagi peneliti berikutnya untuk menambah pengetahuan dan data dasar dalam penelitian.

1.5         Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui  hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia defisiensi besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011. Untuk penelitian ini populasinya adalah semua ibu hamil trimester II dan trimester III  yang berkunjung di Puskesmas Nanggalo Kota Padang. Sampel penelitian  diambil secara accidental sampling. Jenis penelitian bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional. Data diperoleh dari kuisioner melalui wawancara  kepada responden dan dianalisa dengan univariat dan bivariat.


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Pengertian dan Klasifikasi Derajat Anemia
2.1.1        Pengertian
Menurut definisi, anemia adalah berkurangnya hingga di bawah normal jumlah sel darah merah (SDM), kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah (Adreson, Wilson, 2006: 256).
Anemia adalah penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen, hal tersebut dapat terjadi akibat penurunan produksi sel darah merah (SDM), dan akibat penurunan hemoglobin (Hb) dalam darah dan anemia sering didefinisikan sebagai penurunan kadar hb dalam darah sampai di bawah rentang normal 13,5 g/dl (pria), 11,5 g/dl (wanita), dan 11,0 (anak-anak) ( Myles, 2009: 328).
Hemoglobin adalah unsur utama penyusun sel darah merah yang membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbon dioksida dari seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh (Almatsier, 2001: 253).
Klasifikasi derajat anemia yang umum dipakai adalah sebagai berikut (Manuaba, 2007: 38) .
1.         Normal                        : Hb 11 gr%
2.         Anemia ringan             : Hb 9-10 gr%
3.         Anemia sedang           : Hb 7-9 gr%
4.         Anemia berat               : Hb < 7 gr%

2.2     Anemia Dalam Kehamilan
Anemia dakam kehamilan merupakan salah satu penyebab potensial morbiditas dan mortalitas ibu dan anak (Purwitasari, Maryanti, 2009: 80).
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehibgga terjadi penurunann konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi (Sarwono, 2008: 775)
Darah bertambah banyak dalam kehamilan, yang lazim disebut hiperemia atau hipervolumia karena itu terjadi pengenceran darah karena  sel darah tidak sebanding pertambahannnya dengan plasma darah. Secara fisiologis pengenceran darah ini membantu meringankan kerja jantung. Perbandingan pertambahan tersebut adalah Plasma darah bertambah 30%, Sel-sel darah  bertambah 18% dan Hemoglobin bertambah 19%. Frekuensi anemia dalam kehamilan adalah 10-20% (Nugraheny, 2009: 30).

2.3    Pengertian Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah dimana keadaan kadar hemoglobin hemotokrit dan sel darah merah lebih rendah dari normal sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat mempengaruhi timbulnya defisiensi tersebut (Arisman, 2004: 146).
Anemia defisiensi besi merupakan tahapan yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun (Sarwono, 2008: 777)
Secara morfologis, keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokromik dengan penurunan kuantitatif sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia dan terutama sering di jumpai pada perempuan usia subur, di sebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan (Adreson, Wilson, 2006: 260).
Zat besi merupakan salah satu penentu kualitas SDM. Kekurangan zat besi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas kerja dan menurunkan daya tahan tubuh, yang berakibat meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Kecukupan zat besi sangat diperlukan oleh setiap individu, sejak janin yang masih dalam kandungan, bayi, anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut. Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan zat besi yang cukup sehingga harus di jaga status zat besi dan kesehatannya, agar dapat melahirkan bayi yang sehat (Depkes, 2001).
Asupan zat besi harian di perlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui tinja, air kencing, dan kulit. Kehilangan basis ini diduga sebanyak 14 µg/kgBB/hari (Arisman, 2004: 146).
Untuk menegakkan diagnosis anemia pada kehamilan, dapat dilakukan anamnesis. Pada anamnesis, akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang, dan keluhan mual muntah yang lebih hebat pada kehamilan muda. Pemeriksaan dan pengawasan hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli (Manuaba, 2007: 38).

2.4    Tanda dan Gejala Anemia Defisiensi Besi
Tanda dan gejala anemia defisiensi besi biasanya tidak khas dan sering tidak jelas, seperi: pucat, mudah lelah, berdebar, takikardia dan sesak nafas. Kepuctan bisa diperiksa pada telapak tangan, kuku dan konjungtiva palpebra. Jika keadaan  berlangsung lama dan berat akan terjadi stomatitis angualaris, glositis dan koinolikia (keadaan kuku yang cekung seperti sendok). Tanda yang khas meliputi anemia ,angular stomatitis, glositis, disfagia(tidak bisa menelan),hipoklorida, koinolikia, dan pagofagia. Tanda yang kurang khas berupa kelelahan, anoreksia, kepekaan terhadap infeksi meningkat, kelainan perilaku tertentu, kinerja intelektual serta kemampuan kerja nmenyusut    (Arisman, 2009: 175).

2.5     Penyebab Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi disebabkan oleh kekurangan zat besi yang berperan dalam pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena  gangguan absorbsi. Beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan anemia zat besi, yaitu (1) Kurang gizi, (2) Kurang zat besi dalam diit, (3) Malabsorbsi, (4) Kehilangan darah yang banyak pada persalinan yang lalu dan haid, (5) Penyakit kronik : TBC, paru, cacing usus, malaria dll (Nugraheny, 2009: 30).
Penyebab lain dari defisiensi besi adalah konsumsi fe dari makanan yang kurang atau terjadi perdarahan menahun akibat parasit, seperti ankilostomiasis (Manuaba, 2007: 38).
Disamping penyebab medis faktor sosial ekonomi juga memainkan peranan yang penting. Karena tingkat kemiskinan dinegara berkembang menerangkan sebagian besar menjadi penyebab terjadinya anemia berat. Masalah yang sering ditimbulkan seperti gizi buruk, kekurangan air, tabu terhadap makanan, produksi dan cadangan makanan yang tidak cukup dan tidak adanya jaminan sosial yang efektif secara bersamaan dapat menurunkan kesehataan dan menyebabkan terjadinya anemia (Manuaba, 2007: 38)

2.6    Dampak Anemia Defisiensi Besi
kekurangan zat besi sejak tiga puluh tahun terakhir diakui berpengaruh terhadap produktivitas kerja, penampilan kofgnitif, dan sistem kekebalan. Menurunnya produktivitas kerja pada kekurangan besi disebabkan oleh dua hal, yaitu (a) berkurangnya enzim-enzim mengandung besi dan besi sebagai kofaktor enzim-enzim yang terlibat, dalam metaboloisme energi; (b) menurunya hemoglobin darah. Akibatnya, metabolisme energi di dalam otot terganggu dan terjadi penumpukan asam laktat yang menyebabkan rasa lelah (Almatsier, 2001: 253).
2.6.1        Pengaruh anemia terhadap kehamilan
1.          Pengaruh pada ibu hamil, baik dalam masa kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan : abortus, partus prematurus, pertus lama, perdarahan post partum, infeksi, anemia, dll.
2.          Pengaruh terhadap janin : kematian janin, kematian perinatal, prematur, cacat bawaan, cadangan Fe bayi kurang (Purwitasari, Maryanti, 2009: 81-82)
2.7    Upaya Penanggulangan Anemia Defisiensi  Besi
Prinsip dasar dalam pencegahan anemia karena defisiensi zat besi adalah memastikan konsumsi zat besi secara teratur untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan unyuk meningkatkan kandungan serta biovailabilitas (ketersediaan hayati) zat besi dalam makanan(Gibney, dkk, 2009: 283)
Sejauh ini ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia defisiensi zat besi. Keempat pendekatan tersebut adalah (1) pemberian tablet/suntikan zat besi, (2) pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan penigkatan asupan zat besi melalui makanan, (3) pengawasan penyakit infeksi, dan (4) fortifikasi makanan pokok dengan zat besi (Arisman, 2009: 180).
Menurut (Manuaba, 2007) kebutuhan Fe selama hamil dapat diperhitungkan sebagi berikut :
1.        Peningkatan jumlah darah ibu                         500 mgr
2.        Pembentukan plasenta                                     300 mgr
3.        Pertumbuhan darah janin                                100 mgr
Jumlah                                                             900 mgr +
Saat persalinan yang disertai perdarahan sekitar 300 cc dan lahirnya plasenta, ibu akan kehilangan Fe sebesar 200 mg dan kekurangan ini harus mendapatkan kompensasi dari makanan untuk kelangsungan laktasi.
Tingginya anemia pada bumil dapat dapat mencerminkan ketidakmampuan sosial ekonomi keluarga atau seluruh komponen bangsa karena nilai gizi tidak memenuhi syarat kesehatan. Anemia yang paling banyak dijumpai adalah “anemia defisiensi Fe “ sehingga pengobatannya relatif mudah dan murah (Manuaba, 2007: 38).
Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara, pertama, pemastian konsumsi makanan yang cukup mengandung kalori sebesar yang semestinya dikonsumsi. Sebagai gambaran, setiap 1000 kkal makanan dari beras saja mengandung 6 mg Fe (seorang ibu hamil setidaknya memerlukan 2000 kkal, dan itu berarti 12 mg Fe).
Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses secara terpusat merupakan inti pengawasan anemia diberbagai negara. Fortifikasi makanan merupakan salah salah satu cara terampuh dalam pencegahan defisiensi zat besi proses ini boleh ditargetkan untuk merangkul beberapa atau seluruh kelompok masyarakat. Makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum, roti, makanan yang terbuat dari jagung (bubur jagung) dan produk susu (Arisman, 2009: 181-182).
Sumber makanan yang mengandung zat besi tinggi dapat diperoleh dari protein hewani, terutama hati oleh karena itu, ibu hamil juga dianjurkan untuk banyak mengkonsumsi hati. Meskipun daging, kacang-kacang dan sayuran berwarna hijau tua juga mengandung zat besi, tetapi jumlah kandungan zat besinya relative sedikit (Muliarni, 2010: 32).

2.8    Tablet Fe
2.8.1        Pengertian
Tablet Fe adalah  tablet zat besi atau tablet penambah darah. Tablet zat besi juga merupakan komponen penting dari sel darah merah (70% dari total besi dalam tubuh) mioglobin (4%) serta enzim-enzim seperti sitokrom, katalase, dan piroksidase (kurang dari 1%). Sekitar 25% total besi tubuh tersimpan terutama dalam hati (Arisman, 2003: 174).
2.8.2        Manfaat Tablet Fe
Tablet Fe selama kehamilan sangat penting karena  dapat membantu proses pembentukan sel darah merah yang membawa oksigen kedalam darah,  Sehingga tidak menyebabkan anemia. Setiap ibu hamil memerlukan 700-800 mg zat besi (Muliarini, 2010: 31).
Tablet zat besi dalam bentuk ferro lebih mudah diserap ketimbang bentuk ferri. Sediaan yang banyak tersedia, mudah didapat dan murah, serta khasiatnya yang paling efektif adalah ferro sulfat, ferroglukonate, dan ferrofumarat. Namun, sayangnya ketersediaan dan keteraksesan tablet ini bagi mereka yang membutuhkan belum optimal (Arisman, 2004: 150).
2.8.3        Dosis Tablet Fe
Tablet besi atau Tablet Tambah Darah (TTD) diberikan pada ibu hamil sebanyak satu tablet setiap hari berturut-turut selama 90 hari selama masa kehamilan. TTD mengandung 200 mg ferro sulfat setara dengan 60 miligram besi elemental dan 0,25 mg asam folat (Arisman, 2009: 150).
2.8.4        Efek Samping
Pemberian tablet Fe ini mempunyai efek samping berupa pengaruh yang tidak menyenangkan seperti rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah, dan diare (terkadang juga konstipasi). Penyulit ini tidak jarang menyusutkan ketaatan pasien selama pengobatan berlangsung. Jika situasi ini berkembang, dosis sebaiknya diturunkan sampai pengaruh itu lenyap. Sementara itu, pasien diberi pengertian, bahwa “pengaruh yang tidak menyenangkan” itu tidak ada artinya jika dibandingkan dengan besarnya manfaat besi (Arisman, 2004: 151).
2.8.5        Waktu dan Cara Mengkonsumsi Tablet Fe
Penyerapan besi dapat maksimal apabila saat minum tablet Fe  dengan memakai air minum yang sudah dimasak. Selain itu tablet Fe diminum pada malam hari setelah makan sebelum tidur untuk mengurangi efek mual. Tablet Fe baik dikonsumsi jika bersamaan dengan vitamin C untuk membantu penyerapan dari zat besi ini. Tablet Fe sebaiknya tidak dikonsumsi dengan teh atau kopi karena dapat menghambat penyerapan  (Purwitasari, Maryanti, 2009: 82-83).

2.9    Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Anemia Zat besi
2.9.1        Pengetahuan
1.    Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan ini terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu pengindraan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap  obyek. Sebagian besar pengetahuan  manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Wawan, dkk, 2010: 11)
2.    Tingkatan Pengetahuan
1)   Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkatb ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebaginya
2)   Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang dikatahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah pah am terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebarkan, mencontohkan, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari.
3)   Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun kondisi riil (sebenrnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4)   Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ad kaitannya satu sama lain.

5)   Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi – formulasi yang ada.
6)   Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi dalam hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek. Penilaian ini didsarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan criteria-kriteria yang sudah ada.
Dalam penelitian ini, penulis hanya meneliti tingkat pengetahuan sampai pada tingkat aplikasi. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara yang menyatakan tentang isi yang ingin diukur dari objek penelitian.
2.9.2        Sikap (Attitude)
1.    Pengertian Sikap
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang obyek. Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal, suatu obyek, tidak ada sikap yang tanpa obyek (Wawan, dkk, 2010: 27)  
2.    Tingkatan dalam sikap
1)      Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan meperhatikann stimulus yang diberikan (objek).
2)      Merespon (Responsible)
Merespon adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar /salah adalah berarti bahwa seseorang menerima ide tersebut.
3)      Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan ataumendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat 3. Misalnya seorang ibu yang mengajak ibu lain (tetangga, saudara, dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif.

4)      Bertanggun jawab (Responsibility)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko, adalah merupakan tingkatan sikap yang paling tinggi.
3.    Cara Pengukuran sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang. pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favorable. Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap yang bersifat tidk mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak favorable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favourable dan tidak favotable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali obyek sikap ( Wawan, dkk, 2010: 37).

Tabel 2.1
SKALA LIKERT
PERNYATAAN POSITIF
NILAI
PERNYATAAN NEGATIVE
NILAI
Sangat Setuju ( SS )
5
Sangat Setuju ( SS )
1
Setuju ( S )
4
Setuju ( S )
2
Ragu-Ragu ( RR )
3
Ragu-Ragu ( RR )
3
Tidak Setuju ( TS )
2
Tidak Setuju ( TS )
4
Sangat Tidak Setuju ( STS )
1
Sangat Tidak Setuju ( STS )
5

2.10     Kerangka konsep
        Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalahnya (Hidayat, 2007: 18).
Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (Nursalam, 2003)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet fe dan variabel dependen adalah kejadian  anemia defisiensi besi.
Skema 2.1
Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil dalam mengkonsumsi Tablet Fe dengan Kejadian Anemia Defisiensi Besi.

Variabel Independen                                          Variabel Dependen
Pengetahuan ibu hamil
Sikap dalam mengkonsumsi tablet Fe
Kejadian Anemia Defisiensi Besi
 




































2.11     Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasioanl
No
Variabel
Definisi Operasional
Alat ukur
Cara ukur
Hasil ukur
Skala ukur
1





Kejadian Anemia Defisiensi  Besi

Penyakit anemia zat besi yang diderita oleh ibu hamil dengan konsentrasi Hb dibawah normal
RM




Membaca dan melihat RM


1. Anemia: 
jika Hb < 11gr%
2.Tidak Anemia:
Jika Hb ≥ 11 gr%
Nominal


2






3
pengetahuan







Sikap
Segala sesuatu yang diketahui ibu hamil tentang  tablet Fe



Respon yang masih tertutup dari ibu hamil terhadap cara mengkonsumsi tablet Fe
Kuisioner






Kuisioner
wawancara






wawancara

1. Baik :
bila skor ≥ nilai tengah
2. Kurang:
bila skor < nilai tengah

Positif:
bila skor  ≥ mean skor T
Negatif :
 bila skor < mean skor T
Ordinal



Ordinal


2.12     Hipotesis
Ha  :    Ada hubungan pengetahuan  ibu hamil dalam mengkonsumsi  tablet Fe dengan kejadian anemia defisiensi  besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011.
Ha  :    Ada hubungan sikap ibu hamil dalam mengkonsumsi  tablet Fe dengan  kejadian anemia defisiensi zat besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011.



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1    Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitik dengan desain cross sectional study, dimana variabel dependen dan independent diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet Fe dengan kejadian anemia defisiensi besi di Puskesmas Nanggalo Kota Padang Tahun 2011.

3.2    Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April s/d Juli tahun
 2011 di Puskesmas Nanggalo Padang.

3.3    Populasi dan Sampel
3.3.1        Populasi
            Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2005: 79).
Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah ibu hamil trimester II dan trimester III yang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Nanggalo Kota Padang  Tahun 2011.

3.3.2        Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi, adapun teknik pengambilan sampel adalah accidental sampling, dimana sampel diambil berdasarkan responden yang memeriksakan kehamilan trimester II dan trimester III ke Puskesmas Nanggalo serta berada dilokasi penelitian pada saat peneliti melakukan penelitian.
1.    Kriteria sampel
Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria inklusi, maupun kriteria eksklusi (Notoatmodjo, 2010: 130)
1)        Kriteria inklusi
1.      Ibu hamil trimester II dan trimester III.
2.      Ibu hamil yang bersedia menjadi responden.
3.      Responden berada ditempat  pada saat penelitian.
2)        Krteria eksklusi
1.      Ibu hamil trimester I.
2.      Menolak menjadi responden.
3.      Terdapat keadaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan penelitian.
4.      Terdapat keadaan atau penyakit yang mengganggu pengukuran maupun interpretasi hasil penelitian



3.4    Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data
3.4.1        Data primer
Data primer yaitu data ini diperoleh langsung oleh peneliti. Hal ini diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan alat ukur kuisioner.
3.4.2        Data sekunder
Data yang diporoleh dari instansi yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
1.         Data Dinas Kesehatan Kota Padang
2.         Studi Kepustakaan
3.         Data Puskesmas Nanggalo

3.5    Teknik Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan, selanjutnya dilakukan pengolahan data yang terdiri dari :
3.5.1        Pemeriksaan data (Editing)
Setelah kuisioner diisi dan dikembalikan oleh responden, kemudian diperiksa untuk memastikan data yang diperoleh adalah dat yabg benar, bersih dan terisi lengkap.
3.5.2        Pengolahan data (Coding)
Memberi kode pada setiap informasi yang telah dikumpul pada setiap pernyataan dalam kuisioner yang memudahkan mengolah data
3.5.3        Memasukan data (Entry)
Entry (data) yaitu memasukan data yang diberi kode kedalam tabel dan diolah kedalam komputer
3.5.4        Pembersihan data (Cleaning)
Setelah data dimasukan, data diperiksa kembali sehingga benar-benar bersih dari kesalahan.
3.6    Instrumen penelitian
Insrtumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2010: 87).
 Instrument dalam penelitaian ini berupa kuisioner yang dibuat peneliti berdasarkan tinjauan pustaka. Kuisioner terdiri dari tiga bagian :
1.      Bagian pertama intrumen penelitian berisikan karakteristik responden yang berisi data demografi yaitu : Nomor Responden, umur, alamat dan anak ke
2.      Bagian kedua instrument berisikan  10 pertanyaan untuk menilai pengetahuan.
3.      Bagian ketiga berisiskan 10 pertanyaan, untu menilai sikap.

3.7    Penyajian Data
Data penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan tabel silang.

3.8    Analisis Data
3.8.1        Analisis Univariat
Yaitu analisis data dilakukan terhadap tiap variable dari hasil penelitian. Hasil ditampilkan dalam bentuk table distribusi frekuensi. Analisis data yang digunakan untuk melihat karakteristik dari masing – masing variable, yang dianalisis :
1.    Pengetahuan
Mengetahui tingkat pengetahuan responden terlebih dahulu diberi skor pada setiap pertanyaan. Jawaban yang dianggap benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0, kemudian skor yang diperoleh responden terhadap pertanyaan pada kuesinoner dijumlahkan. Kemudian di hitung dengan mengunakan rumus (Hidayat, 2007: 109).
2.         Sikap
Mengetahui sikap digunakan skala likert, hasil kuesioner diolah pada pertanyaan dengan kategori positif maka untuk jawaban sangat setuju (SS) diberi bobot 5, setuju (S) diberi bobot 4, ragu-ragu (RR) diberi bobot 3, tidak setuju (TS) diberi bobot 2, dan sangat tidak setuju (STS) diberi bobot 1, dan untuk pertanyaan kategori negative untuk jawaban sangat setuju (SS) diberi bobot 1, setuju (S) diberi bobot 2, ragu-ragu (RR) diberi bobot 3, tidak setuju (TS) diberi bobot 4, dan sangat tidak setuju (STS) diberi bobot 5. Kemudian di hitung dengan mengunakan rumus (Usman, Akbar, 2005: 69)
Demikian juga sikap responden dianalisis dengan menghitung skor yang diperoleh oleh responden terhadap pertanyaan mengenai sikap pada kuesioner, selanjutnya untuk menentukan kategori sikap responden berdasarkan pada hasil T dengan cara membandingkan skor T responden dengan rata-rata skor kelompok.
3.8.2        Analisa Bivariat
Dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dan dependen dengan menggunakan program Statistical Product and Service Solutions (SPSS). Pembuktian dengan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan (CI) 95%.
Uji statistik yang digunakan adalah Chi-square dengan tingkat signifikan  0,05. Jika nilai P < 0,05 maka secara statistik disebut bermakna dan jika nilai P > 0,05 maka hasil perhitungan tersebut bermakna, aturan yang berlaku pada Chi-Square  sebagai berikut :
1.    Bila pada tabel 2x2 dijumpai nilai E (harapan) < 5, maka uji yang digunakan adalah fisher exact.
2.    Bila tabel 2x2 dijumpai tidak ada nilai E (harapan) < 5, maka uji yang digunakan adalah continuity vorrection .
3.    Bila pada tabel 2x2, misalnya 3x2,3x3 dan lain-lain maka digunakan uji pearson Chi Square
4.    Uji likehood ration & linear by association,  biasanya digunakan untuk keperluan yang lebih spesifik misalnya untuk analisis stratifikasi pada bidang  epidemiologi dan juga dan juga mengetahui hubungan linear antara 2 variabel kategorik. Sehingga kedua jenis ini jarang digunakan (Hastono, 2001: 125)